Kamis, 24 November 2011

ayam arab

rika armelia
fakultas peternakan
universitas andalas
Beternak ayam dewasa ini sangat menjanjikan untuk peternak, baik itu bagi peternak pemula maupun peternak yang ingin membuka usaha skala kecil, besar atau pun skala besar. Untuk memulai usaha beternak ayam dapat dimulai dengan memilih beternak ayam seperti apa yang akan dilakukan, satu persatu pertanyaan untuk membuka usaha harus dijawab selangkah demi selangkah, agar tercapai apa yang diharapkan peternak. Seperti beternak ayam apa yang akan dilakukan, ayam pedaging atau ayam petelur. Kemudian pertanyaan selanjutnya ayam jenis yang mana yang akan digunakan dalam beternak ayam buras (bukan ras) atau ayam ras yang telah dikomersilkan oleh banyak perusahaan besar yang memimpin perdagangan peternakan. Pertanyaan selanjutnya, skala usaha seperti apa yang akan dijalani, sampingankah? Usaha kecil menengah atau usaha skala besar? Kemudian bagaimana dengan pangsa pasar atau sasaran pasarnya.
Seperti kita ketahui, harga pangan hewani memiliki harga yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan pangan nabati, sebagai negara yang berkembang tentunya dalam mencukupi kebutuhan gizi menjadi hal yang kadang terabaikan. Padahal nilai gizi makanan terkaya hanya bisa kita dapat pada hasil pangan hewani. Hal inilah yang akan mampu menjadi prospek pasar yang menjanjikan oleh peternak ayam petelur. Betapa tidak, kebutuhan pangan hewani dapat juga terpenuhi dengan mengkonsumsi telur. Telur merupakan pangan hewani yang harganya relatif murah dan dengan harga terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Dengan pertimbangan sebagai negara, di Indonesia prospek usaha peternakan ayam petelur cukup menjanjikan.
Kali ini, kita akan menguliti satu persatu berbagai macam faktor penunjang keberhasilan seorang peternak dalam memelihara ayam petelur. Kita fokuskan ceritanya kepada ayam petelur buras (bukan ras) dari jenis ayam arab. Ayam arab konon kabarnya ada di Indonesia, karena salah seorang jamaah haji membawa ayam ini pulang ke Indonesia. Kemudian ayam ini dikembangkan, sehingga menghasilkan keturunan ayam arab yang sudah mulai banyak kit jumpai saat ini. Usaha peternakan ayam arab lebih difokuskan pada peternakan ayam petelur artinya ayam ini dibudidayakan untuk memproduksi telur oleh peternak.
Ini karena berbagai macam faktor yang menyebabkan ayam ini dijadikan sebagai ayam petelur, dari peformance ayam ini berkemampuan bertelur 200 – 250 butir/ tahunnya. Ayam arab memiliki kemampuan berproduktivitas tinggi. Berbeda dengan telur ayam lainnya, telur ayam arab dihargai seperti ayam kampung lainnya, belinya dengan hitungan perbutir, tidak seperti telur ayam ras yang mulai dijual dengan hitung kiloan. Rata rata berat telur perbutirnya adalah 40 gram, warna kerabangnya juga hampir sama dengan kerabang ayam kampung, sehingga sulit membedakannya.
Ayam arab sebagai penghasil daging juga cukup baik, doc jantan yang dipelihara sekitar 2-3 bulan dengan sentuhan pakan yang baik sudah mampu mencapai bobot badan antara 4-5 ons. Warna kulit yang agak kehitaman, dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam kampung membuat daging ayam ini kurang disukai oleh konsumen. Akan tetapi bagi sebagian peternak yang kreatif, ayam arab ini dikawin silang dengan ayam kampung. Dan apa hasilnya? Ya, ayam dengan postur kampung, kerabang telur sudah tidak putih lagi dan daging yang sedikit lebih terang daripada ayam arab asli.
Ayam arab mudah dikenali dari warna bulunya. Ayam arab dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jenis bulunya yaitu jenis silver (berwarna putih mengkilap atau orang menyebutnya perak) dan jenis gold (merah). Untuk jenis silver, bulu sepanjang leher berwarna putih mengkilap, bulu punggung putih berbintik hitam, bulu sayap hitam bergaris putih dan bulu ekor dominan hitam bercampur putih. Sedang jenggernya kecil dengan warna merah menyala dan mata hitam dengan dilingkari warna kuning.
Ciri lain ayam arab adalah pada saat umur satu minggu pejantan sudah tumbuh jengger. Induk betina tidak mempunyai sifat mengeram dengan usia produktif sampai umur 1,5 tahun. Dengan pengelolaan yang baik, ayam ini bisa dipupuk sebagai sumber penghasilan yang menguntungkan
Hal lain yang membuat ternak ayam arab cukup menguntungkan adalah ukuran tubuh ayam arab yang kecil. Jika dibandingkan dengan ayam petelur atau ayam kampung ukuran ayam arab lebih kecil. Ukuran ayam arab yang kecil membuat pengeluaran untuk pakan ayam lebih sedikit, sehingga biaya produksi lebih sedikit.
Ayam arab mulai bertelur pada usia sekitar 4.5 bulan, pemeliharaan di awal juga berpengaruh pada masa mulai bertelur. Pemeliharaan ayam arab petelur bisa dilakukan dengan kandang sistem terbatas atau sistem battery. Sistem battery lebih hemat tempat dan memudahkan pemeliharaan dan mengontrol ayam arab agar tidak terjangkit penyakit.
Pakan ayam arab terdiri atas konsentrat petelur dengan kandungan protein 17%, jagung giling dan dedak dengan rasio 3:2:1. Dalam sehari ayam arab petelur dewasa memerlukan bobot makanan maksimal 100 gram. Jika makanan berlebih maka akan membuat ayam arab terlalu gemuk dan produktivitasnya justru menurun. Pada sistem battery pemberian makanan ini dapat dengan mudah dikontrol.
Ayam Arab cukup sensitif terhadap respon pakan, jika hanya diberi dedak saja, produktivitas telur hanya tercapai sekitar 10-15%. Jika terus menerus demikian ayam-ayam kemudian tidak dapat menghasilkan telur. Untuk memulihkan kondisinya membutuhkan waktu kurang lebih 1 minggu, perbaikan pemberian pakan baru akan memberikan dampak produksi, yaitu ayam-ayam akan bertelur kembali. Demikian pula dengan pakan dengan kandungan protein yang rendah (di bawah jumlah kebutuhannya) menyebabkan ayam tidak bertelur. Penurunan produktivitas bisa mencapai 50%, hal ini sangat merugikan bagi usaha ternak ayam arab.
Selain makanan hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah minuman untuk ayam arab, minuman idealnya diberikan dengan wadah tersendiri. Untuk menambah produktivitas telur ayam arab,pada minuman biasanya ditambahkan egg stimulan.
Sisi keunggulan ayam arab antara lain:
  1. Harga DOC yang berfluktuasi, kadang lebih tinggi/rendah dibandingkan ayam kampung biasa.
  2. Berat telur berkisar antara 35-42,5 gram.
  3. Warna kerabang telur bervariasi yaitu putih, kekuningan dan putih kecoklatan.
  4. Harga induk tergolong tinggi (pullet mencapai harga Rp 40.000/ekor).
  5. Konsumsi pakan (FCR) relatif kecil karena termasuk tipe kecil.
  6. Daya seksualitas pejantan tinggi.
  7. Ayam betina tidak mempunyai sifat mengeram, sehingga masa bertelurnya panjang.
  8. Bisa dijadikan untuk perbaikan genetik ayam buras
Adapun sisi kelemahan ayam arab antara lain:
  1. Wama kulit dan daging agak kehitaman sehingga harga jual masa remaja dan afkirnya relatif rendah.
  2. Sifat mengeram hampir tidak ada, sehingga butuh mesin tetas untuk menetaskan telurnya atau menggunakan jasa ayam induk ayam kampung, enthok atau yang lainnya.
  3. Bobot badan afkir rendah yaitu sekitar 1 - 1,2 kg
Akan tetapi jika dilihat dari sisi keunggulannya maka sisi kelemahan akan tidak ada artinya. Semoga dengan artikel ini dapat membantu bagi calon peternak, calon investor, dan yang sudah memiliki peternakan ayam arab untuk lebih mengetahui ayam yang akan dan yang sudah dipelihara.

Selasa, 22 November 2011

"cacingan pada hewan kurban"

rika armelia

bp 0910611023

fakultas peternakan

universitas andalas


PENDAHULUAN

Hari raya idul adha merupakan momentum yang di tunggu oleh umat muslim sedunia. Hal ini karena pada Idhul Adha ini merupakan hari mendekatkan diri kepada Allah dengan cara berkurban dan berhaji bagi umat muslim yang mampu atau bagi muslim yang sanggup. Sebagaimana dilakukan oleh nabi Ibrahim terhadap anaknya Ismail. Pada mimpinya Allah SWT menyuruh Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri Ismail. Demi kecintaan Ibrahim kepada Allah SWT, beliau mengikuti perintah Allah SWT.

Mimpi itu disampaikannya kepada Ismail anaknya yang dikuruniakan Tuhan kepadanya di usia yang telah senja. Begitu besarnya pengorban yang akan di lakukan Ibrahim untuk memperlihatkan kecintaannya kepada Allah SWT. Ismail bersedia untuk disembelih demi penghambaannya kedapa Allah SWT.

Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk mengorbankan puteranya Ismail kepada Allah SWT, yang kemudian pada akhirnya berubah menjadi seekor domba untuk disembelih. Sejak saat itu umat Islam diperintahkan untuk berkurban hewan Domba,Sapi atau Unta setiap tanggal 10 Dzulhijjah, yang juga bertepatan dengan momentum ibadah Haji.

Hewan-hewan yang dikurbankan tersebut merupakan bukti cinta kepada Allah SWT, yang dijanjikan juga sebagai penghapus dosa-dosa umat Islam. Dengan berkurban, kita menyisihkan sebagian harta kita dalam bentuk hewan kurban yang disembelih ketika hari raya Idul Adha dan kemudian dibagi-bagikan kepada kaum yang membutuhkan.

Hingga sekarang perintah Allah SWT itu masih kekerjakan oleh muslim didunia. Meresapi makna dari berkuban berarti kita berbagi dengan orang lain. Dan memberikan sesuatu haruslah yang baik dan sehat serta halal. Begitupun dengan melakukan kurban pada hari raya haji ini, hewan seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan onta haruslah hewan yang benar benar sehat yang tidak mengganggu kesehatan konsumen atau masyarakat yang memakannya, agar ibadah kita benar benar memberikan manfaat.

Fenomena disetiap perayaan kurban adalah pelaksanaan pemotongan hewan kurban. Hampir disetiap mesjid dilakukan pemotongan hewan kurban. Kita tau, tidak semua pelaksanaan kurban di Indonesia khususnya sumatera barat tidak diawasi oleh dokter hewan maupun praktisi peternakan. Dimana peranan dokter hewan ataupun praktisis peternakan adalah untuk memerikasa kesehatan ternak sebelum disembelih dan setelah disembelih.

PEMBAHASAN

Dari pelaksanaan tinjauan lapangan di daerah ini, penuis menemukan masih adanya terdapat hewan kurban yang terserang cacing dan adanya pemotongan hewan betina. Berdasarkan perundang undangan, hewan yang boleh dipotong adalah hewan yang:

a. Minimal sapi berumur 1.5 tahun.

b. Bukan sapi betina produktif.

c. Berbadan sehat dan tidak menderita penyakit yang dapat mengganggu kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya.

Ada berbagai macam penyakit yang dapat kita temui pada ternak, ada penyakit zoonosis dan ada penyakit yng tidak menular pada manusia ataupun ternak lain. Kejadian yang kerap terjadi pada hewan kurban adalah ditemuinya hewan yang menderita cacingan. Berbagai macam cacing seperti fasciola hepatica, cacing ini penulis temukan pada saat memeriksa keberadaan cacing pada hewan kurban.

Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan tentang cacing yang penulis temukan pada saat terjun langsung kelapangan.

FASCIOLA HEPATIKA

Taksonominya:

Fasciola hepatica (Cacing Hati)

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Klas : Trematoda

Ordo : Echinostomida

Genus : Fasciola

Spesies : Fasciola Hepatica

Fasciola hepatica (cacing hati ternak), bersifat hetmafrodit.
Siklus hidupnya adalah : Telur
Þ Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput Lymnea Þ Sporokista Þ berkembang menjadi Larva (II) : Redia Þ Larva (III) : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong Þ Kista yang menempel pada tetumbuhan air (terutama selada air Þ Nasturqium officinale) kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke orang, apabila memakan selada air) Þ masuk ke tubuh dan menjadi Cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis.

Siklus Hidup

Patologi

Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi.

gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, ikterus, asites, dan serosis hepatis.

Pengobatan

Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:

a. Heksakloretan

  1. Heksaklorofan
  2. Rafoxamide
  3. Niklofolan
  4. Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit

Cara-Cara Pencegahan

a. Tidak memakan sayuran mentah.

  1. Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak.
  2. Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat kolam atau selokan.
  3. Siput-siput disekitar kandang dimusnakan untuk memutus siklus hidup Fasciola hepatica.

Cacing hati akan berkembang pada tempat yang basah, oleh sebab itu kandang dan ternak harus terjaga dan terkontrol agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh cacing.

Setelah mendapati adanya kasus hewan kurban yang terserang oleh fasiola hepatica, seharusnya hewan sebelum disembelih diperhatikan kesehatannya. Disinilah peranan seorang dokter hewan dan praktisi peternakan, agar keamanan konsumen terjaga saat mengkonsumsi daging ternak.

Dari 10 ekor ternak sapi dan 4 ekor klambing yang disembelih pada saat itu, penulis menemukan ada 3 ekor sapi yang terserang cacing fasciola hepatica, ternak sapi tersebut adala ternak sapi dari jenis sapi Bali.

Rabu, 09 November 2011

silase


sumber gambar : epetani.deptan.go.id
By: rika armelia
fakultas peternakan
universitas andalas

silase adalah pengawetan pakan dalam bentuk segar.
tujuan utama dalam pembuatan silase
1. pengawetan hijauan pakan ternak
2. untuk meningkatkan kualitas gizi pakan
3. untuk mengatasi masa fluktuasi pakan karena pengaruh musim

berbagai macam penentu kualitas silase, diantaranya adalah:
1. forage moturity atau masa pemanenan
masa pemanenan akan menentukan kualitas silase karena zat terkandung dalam pakan pada fase tertentu akan ada batas toleransi yang berbeda, ada 3 fase pemanenan bahan pembuat silase:
a. preblooming
yaitu pemanenan sebelum berbunga
b. early blooming
yaitu pemanenan pada saat telah berbunga dan bunganya belum menjadi biji. Pada fase inilah fase terbaik tanaman dijadikan silase.
c. Late blooming
Yaitu fase tanaman setela bebunga dan telah berbiji.
2. Silo
Bahan yang digunakan untuk silo akan sangat mempengaruhi kualitas silase yang akan dihasilkan.
3. Manajemen
Manajemen yang baik tentunya akan menghasilkan silase yang baik juga.
Pada prinsipnya pembuatan silase adalah terjadinya pembentukan:
a. Asam laktat
b. Bakterial
c. Asam asetat
Yang disebabkan oleh bakteri asam laktat dalam kondisi anaerob.
Catatan: kualitas silo akan lebih baik jika hanya ada sedikit effluen atau zat yang menumpuk dibawah silo.
Fase dari pembuatan silase yaitu:
1. Fase hari ke 0 – 2
- Terjadi respirasi sel sampai oksigen benar benar habis.
- pH 6,5 – 6
- suhu akan meningka 180 C dari suhu lingkungan.
2. Fase hari ke 2 – 3
- Mulai Produksi asam asetat, asam laktat dan etanol.
- pH 5 – 6
- suhu berkisar antara 840 F sampai 900 F.
3. Fase hari ke 3 – 4
- Paling dominan pembentukan asam laktat.
- Bakteri yangberkembang asam laktat.
- pH 4 – 5
- suhu pada 840F.
4. Fase hari ke 4 – 21
- Asam laktat
- Suhu konstan pada 840 F
- pH 4
pada fase ini kondisi silo telah stabil.
5. Fase hari ke ≥ 21
- Berkembang bakteri asam laktat.
- pH ≤ 4
- suhu konstan 840 F
6. fase pemanenan atau pembukaan
- dalam kondisi aerobik decompocition.
- Yang akan berkembang yeast atau ragi.
- Keasaman 4 – 7
Catatan: pada pengambilan silase usahakan tidak terlalu lama dibuka.
Ciri – ciri silase yang baik yaitu:
a. Aroma khas asam laktat dan asam asetat.
b. Keasamanny < 4
c. Warna hampir tidak berubah
d. Tekstur tidak begitu berubah.
Pada pemberian silase kepada ternak harus dicampur dengan cub atau dedak halus dan lainnya karena silase mengandung asam laktat dan asam asetat yang tinggi yang dapat mengakibatkan tempani atau blood atau kembung pada ternak.

sumber: perkuliahan teknologi pengolahan pakan dengan Prof. Lili Warli.

Selasa, 08 November 2011

Proses pembuatan keju

RIKA ARMELIA
BP. 0910611023
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS

Keju adalah makanan kuno yang sudah diproduksi sejak zaman prasejarah walaupun tidak ada bukti pasti kapan pembuatan keju pertama kali dilakukan. Masyarakat prasejarah mulai meninggalkan gaya hidup nomaden dan beralih menjadi beternak kambing, domba maupun sapi. Dengan beternak, masyarakat mulai mengenal susu dan kegunaannya. Persediaan susu pun jadi meningkat sehingga orang-orang mulai menyimpannya dalam bejana tanah liat ataupun kayu. Karena kebersihan yang kurang, terkena sinar matahari secara langsung atau terkena panas dari api maka susu dalam bejana tersebut menjadi asam dan kental. Setelah dicoba ternyata susu tersebut masih dapat dimakan. Itulah pertama kalinya manusia menemukan keju krim asam (sour cream cheese).
Keju krim manis (sweet cream cheese) juga ditemukan secara kebetulan. Ada dua legenda yang menceritakan bagaimana manusia menemukan tipe keju ini. Yang pertama menceritakan bahwa ada beberapa pemburu yang membunuh seekor anak sapi. Mereka membuka perut sapi tersebut dan menemukan sesuatu berwarna putih yang ternyata memiliki rasa yang enak. Karena adanya suatu enzim yang bernama rennet di dalam perut sapi, maka susunya pun menjadi kental sehingga menjadi apa yang kita sebut keju saat ini.
Cerita lainnya mengatakan bahwa keju ditemukan pertama kali di Timur Tengah oleh seorang pengembara dari Arab. Pengembara tersebut melakukan perjalanan di padang gurun dengan kudanya. Ia membawa susu di pelananya untuk menghilangkan dahaganya. Setelah beberapa lama, ia pun berhenti untuk meminum susu yang dibawanya. Ternyata, susu tersebut telah berubah menjadi air yang pucat dan gumpalan-gumpalan putih. Hal ini disebabkan pelana yang digunakan untuk menyimpan susu terbuat dari perut binatang (sapi, kambing ataupun domba) yang mengandung rennet. Kombinasi dari rennet, cuaca yang panas dan guncangan-guncangan ketika mengendarai kuda telah mengubah susu pengembara tersebut menjadi keju. Setelah itulah, orang-orang mulai menggunakan enzim dari perut binatang untuk membuat keju.[

2.2 CARA PEMBUATAN KEJU
Pembuatan keju melibatkan sejumlah tahapan yang umum untuk kebanyakan tipe keju. Susu keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur dengan rennet.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong dengan alat pemotong khusus menjadi kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang diinginkan – ditempat pertama untuk memfasilitasi pengeluaran whey. Selama periode proses pembuatan dadih (curd), bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan dadih dipanaskan menurut seting program.
Kombinasi efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri, perlakuan mekanik, dan perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu pemisahan whey dari butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan dalam cetakan keju yang terbuat dari metal, kayu atau plastik, yang menentukan bentuk keju akhir.
Keju dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya dengan mempergunakan tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama permbuatan dadih dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya ditentukan selama pematangan keju.
Langkah-langkah pembuatan keju:
1. Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi. Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi.
Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan negara. Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli, beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Susu yang diperuntukkan untuk keju tipe ini biasanya berasal dari peternakan pilihan dengan inspeksi ternak secara rutin oleh dokter hewan.
Walaupun keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi diyakini memiliki rasa dan aroma lebih baik, kebanyakan produser (kecuali pembuat keju tipe ekstra keras) mempasteurisasi susu, karena kualitas susu yang tidak dipasteurisasi jarang dapat dipercaya sehingga mereka tidak mau mengambil risiko untuk tidak mempasteurisasinya.
Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms, yang bisa membuat “blowing” (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak. Pateurisasi reguler pada 72 – 73°C selama 15 – 20 detik paling sering dilakukan.
Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism) yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam butirat dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi asam laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (“blowing”), selain itu asam butirat juga tidak enak rasanya.
Perlakuan panas yang lebih sering akan mengurangi risiko seperti tersebut di atas, tetapi juga akan merusak sifat-sifat umum keju yang terbuat dari susu, sehingga digunakan cara lain untuk mengurangi bakteri tahan panas. Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah banyak dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak diinginkan telah diadopsi, terutama di negara-negara dimana penggunaan inhibitor kimia dilarang.

2. Biakan Biang
Biakan biang merupakan faktor penting dalam pembuatan keju; biakan ini memiliki beberapa peran.
Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
• biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
• biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C
Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain), dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic berada dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini tidak hanya memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2. Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju butiran dan tipe “mata bundar (round-eyed) ”. Contohnya keju Gouda, Manchego dan Tilsiter dari biakan mesophilic dan Emmenthal dan Gruyère dari biakan thermophilic .
Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju yang sejenis.
Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:
• kemampuan memproduksi asam laktat
• kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,
• kemampuan memproduksi karbondioksida
Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih
Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang penting untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey). Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih.
Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat. Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu.
Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biakan turunan campuran dengan kemampuan mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi keju dengan tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas yang berkembang awalnya terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan menjadi jenuh, gas dilepaskan dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju keras dan semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi protein.
3. Penambahan lain sebelum pembuatan dadih
a. Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk mencapai waktu koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang cukup. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras sehingga sulit untuk dipotong.
Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4), biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum kalsium klorida ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum karena pembentukan koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2), yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap dalam dadih.
b. Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet yang lebih sedikit.
c. Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform. Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan merujuk pada komposisi susu, proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan lain-lain; karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan menghambat pertumbuhan biang. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan.
Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga dilarang di beberapa negara.
d. Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan melalui variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana , pewarna anatto alami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di negara-negara dimana pewarnaan diperbolehkan.
Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada keju blueveined, untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras dengan birunya biakan mikroorganisme di keju.
4. Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis. Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7).
Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Ada beberapa teori tentang mekanisme prosesnya, dan bahkan saat ini hal tersebut tidak dimengerti secara menyeluruh. Bagaimanapun juga, hal ini jelas bahwa proses berjalan dalam beberapa tahapan; secara umum dibedakan sebagai berikut:
• transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet
• pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada
Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga oleh faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet sekitar 40 °C, tetapi dalam praktik biasanya digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan yang berlebihan pada gumpalan.
Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan dipasarkan dalam bentuk larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang berarti bahwa satu bagian rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000 bagian susu dalam 40 menit pada 35 °C . Rennet dari bovine (termasuk keluarga sapi) dan babi juga digunakan, sering dikombinasikan dengan rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan rennet cair.
Pengganti rennet hewan
Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti rennet hewan. Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena penolakan para vegetarian untuk menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan. Di dunia Muslim, penggunaan rennet babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan alasan penting yang lebih jauh untuk menemukan pengganti yang sesuai. Ketertarikan produk pengganti telah tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir karena keterbatasan rennet hewan yang berkualitas bagus.
Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental:
• enzim penggumpal dari tanaman
• enzim penggumpal dari mikroorganisme
Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan penggumpalan pada umumnya baik dengan persiapan yang dibuat dari enzim tanaman. Satu kelemahan adalah bahwa keju sering mengembangkan rasa pahit selama penyimpanan.
Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
5. Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air dalam keju yang dihasilkan.
6. Pra-pengadukan
Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.
7. Pra-pengeringan whey
Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume batch – dikeringkan setiap saat.
8. Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
• Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
• Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
• Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Waktu dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode pemanasan dan tipe keju. Pemanasan sampai suhu diatas 40 °C, kadang-kadang disebut pemasakan, biasanya dilakukan dalam dua tahap. Pada 37 – 38°C aktivitas bakteri asam laktat mesophilic terhambat, dan pemanasan terhenti untuk mengecek keasaman, setelah itu pemanasan berlanjut sampai suhu akhir yang diinginkan.
Diatas 44 °C bakteri mesophilic ternon-aktifkan secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 °C antara 10 dan 20 menit.
Pemanasan melebihi 44 °C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran). Beberapa tipe keju, seperti Emmenthal, Gruyère, Parmesan dan Grana, dibakar pada suhu setinggi 50 – 56 °C. Hanya bakteri pemroduksi asam laktat yang paling tahan panas yang bertahan pada suhu ini. Salah satunya adalah Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat penting dalam pembentukan karakter keju Emmenthal.
9. Pengadukan akhir
Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih banyak whey diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis pengadukan.
Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air dalam keju.
10. Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih
Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih dengan berbagai cara, tergantung pada tipe keju.
a. Keju dengan tekstur granular
Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong keju; hal ini digunakan terutama dengan membuka tong keju secara manual. Setelah pengeringan whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan memperoleh tekstur dengan lubang-lubang/mata tidak beraturan, juga disebut tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang tersebut terutama terbentuk karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang dengan biakan biang LD (Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan dipress, maka mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara kecil berada pada bagian dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan dikeluarkan selama periode pematangan mengisi dan memperbesar kantong-kantong ini secara bertahap. Lubang yang terbentuk dengan cara ini berbentuk tak beraturan.
Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey melewati sebuah saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule terpisah dari whey dan disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang dihasilkan memiliki tekstur granular.
b. Keju bermata bundar
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas juga digunakan dalam produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya agak berbeda.
Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal, dadih dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan dan pengepresan. Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum pengumpulan dan pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan tekstur yang tepat pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah menunjukkan bahwa ketika granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan whey, dadih mengandung rongga-rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul di rongga-rongga kecil yang terisi whey ini. Gas terbentuk ketika mereka mulai tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi karena pertumbuhan bakteri berlanjut, terjadi penjenuhan lokal yang menghasilkan formasi lubang-lubang kecil. Selanjutnya, setelah produksi gas telah berhenti karena kekurangan substrat, difusi menjadi proses yang paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang yang telah relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang. Pembesaran lubang-lubang yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil merupakan salah satu konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang menyatakan bahwa diperlukan tekanan gas lebih sedikit untuk memperbesar sebuah lubang besar daripada lubang kecil.
c. Keju bertekstur tertutup
Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar merupakan contohnya, biasanya dibuat dengan biakan biang yang mengandung bakteri yang tidak menghasilkan gas – biasanya bakteri pemroduksi asam laktat strain tunggal seperti Lactococcus cremonis dan Lactococcus lactis.
Teknik proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan rongga-rongga yang disebut lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang dalam keju granular atau bermata bundar memiliki penampakan yang mengkilat, lubang-lubang mekanik memiliki permukaan bagian dalam yang kasar.
Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam laktat (sekitar 2 jam setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai suatu bentuk penanganan khusus yang disebut chedarring. Setelah semua whey telah dibersihkan, dadih dibiarkan untuk pengasaman lanjutan dan penutupan. Selama periode ini, biasanya 2 – 2.5 jam, dadih dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-balik dan ditumpuk.
11. Perlakuan akhir dadih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:
1. ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
2. pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau
3. dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
12. Penekanan (Pengepresan)
Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
• untuk membantu pengeluaran whey akhir
• untuk memberikan tekstur
• untuk membentuk keju
• untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju.
13. Pengasinan/Penggaraman
Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 – 2%. Blue cheese dan varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya memiliki kandungan garam 3 – 7%.
Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang merupakan hasil dari penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada konsistensi keju, yaitu keju menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, dadih yang dikenai garam pada pH 5.3 – 5.6 selama 5 – 6 jam setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu tidak mengandung zat-zat penghambat bakteri.
a. Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan. Untuk distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 – 10 menit.
Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih secara mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada kepingan-kepingan ( chips ) cheddar selama tahap akhir proses melalui mesin cheddaring yang berkelanjutan.
b. Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan dingin dengan suhu sekitar 12 – 14 °C.
Kandungan garam pada tipe keju yang berbeda:
Nama keju Kandungan garam (%)
Cottage cheese 0.25 – 1.0
Emmenthal 0.4 – 1.2
Gouda 1.5 – 2.2
Cheddar 1.75 – 1.95
Limburger 2.5 – 3.5
Feta 3.5 – 7.0
Gorgonzola 3.5 – 5.5
Blue cheeses lain 3.5 – 7.0

Pematangan dan penyimpanan keju
a. Pematangan
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara keju keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi di dalam masing-masing grup ini.
b. Dekomposisi laktosa
Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis keju yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir, selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan.
Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang besar di keju dengan komponen buffering dari susu, dimana kebanyakan yang telah termasuk dalam gumpalan. Asam laktat kemudian hadir dalam bentuk laktat pada keju yang telah lengkap. Pada tahap selanjutnya, laktat memberi substrat yang cocok untuk bakteri asam propionat yang merupakan bagian penting flora mikrobiologi dari Emmenthal, Gruyère dan tipe-tipe keju sejenis.
Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk karbondioksida dengan jumlah yang signifikan, dimana merupakan penyebab langsung pembentukan mata bundar yang besar pada tipe keju yang disebutkan di atas.
Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika kondisinya sebaliknya tidak bagus untuk fermentasi ini, dimana terbentuk hidrogen sebagai tambahan asam lemak dan karbondioksida yang volatil tertentu. Fermentasi ini timbul pada tahap akhir, dan hidrogen dapat menyebabkan keju menjadi rusak. Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam bakteri asam laktat.
c. Dekomposisi protein
Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan terutama oleh dekomposisi protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi kualitas keju sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari :
1. rennet
2. mikroorganisme
3. plasmin, suatu enzim pengurai protein
Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah molekul parakasein menjadi polipeptida. Pemecahan pertama oleh rennet membuat kemungkinan dekomposisi kasein yang lebih cepat melalui aksi enzim-enzim bakteri daripada jika enzym-enzym ini harus memecah molekul kasein secara langsung. Pada keju dengan suhu masak yang tinggi, keju yang dibakar seperti Emmenthal dan Parmesan, aktifitas plasmin memainkan peranan pada pemecahan pertama.
Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger, dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang terbentuk di permukaan. Pada proses yang disebutkan terakhir, dekomposisi protein berproses lebih jauh sampai akhirnya ammonia diproduksi sebagai hasil aksi proteolitik yang kuat dari hapusan bakteri.
d. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
2.3 tipe tipe keju
Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang berbeda dalam ruang penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat penting untuk laju pematangan, berat susut, pembentukan kulit dan perkembangan permukaan flora (di Tilsiter, Romadur dan yang lain) – dengan kata lain untuk karakter total keju.
Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi pelapisan emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau kantong plastik yang dapat menyusut.
1. Keju-keju golongan Cheddar
sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang beragam.
2. Keju-keju seperti Emmenthal
mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan biasanya 85 – 90%.
3. Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain
biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
4. Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis
Bisa disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3 – 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir terbentuk.

jenis ternak besar

JENIS TERNAK BESAR BERDASARKAN BANGSANYA
OLEH : RIKA ARMELIA
BP 0910611023
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS

A. SAPI
1. SAPI BALI

Sapi Bali ini adalah banteng yang telah mengalami domestikasi. Peded berwarna sawo matang atau merah bata. Setelah dewasa pada jantan berubah menjadi kehitam hitaman, yang betina tetap. Pada kaki dan belakang pelvis terdapat warna putih. Terdapat garis hitam pada punggung. Tanduk yang jantan besar, tumbuh kesamping dan kemudian keatas runcing. Tanduk beina lebih kecil dari yang jantan. Fertilisasi sapi ini tinggi dan dagingnya berkualitas baik. Tinggi yang dewasa hanya mencapai 130cm. sapi jantan beratnya antara 340-400kg dan yang betina hanya 250-300kg. jantan kebiri dapat mencapai 450kg. persentase karkasnya antara 50-58%.

2. Sapi brahman

Termasuk golongan Zebu. Punuk besar dan kulit longgar. Terdapat lipatan kulit dibawah leher. Kulit kendor, halus, dan lembut. Warna pada umumnya abu abu muda, merah atau hitam. Telinga cukup besar dan mengantung. Gelambirnya besar. Berat badan betina dewasa mencapai 585kg dan yang ja ntan dewasa mencapai 900kg. masak kelamin sapi ini tergolong lambat masa fertilisasnya rendah.

3. Sapi shorton

Bangsa sapi ini berasal dari Inggris. Sapi shorthorn merupakan jenis sapi dwi guna karena menghasilkan daging dan produksi susunya tinggi.
Tubuh dari shorthorn berwarna merah bata sampai putih atau dawuk merah (roan). Bangsa sapi ini ada yang bertanduk dan tidak bertanduk (polled shorthorn).
Ciri cirinya adalah
1. Kepalanya pendek dan lebar
2. Tanduknya pendek mengarah ke samping dan ujungnya mengarah ke depan
3. Lehernya pendek dan besar
4. Bidang dada samping dan dada rata
5. Bahunya lebar, berdaging tebal dan kuat, rusuknya melengkung lebar
6. Garis punggungnya lurus dan sampai pangkal ekor, pinggang lebar
7. Tubuhnya besar, badan samping rata
8. arnanya merah tua sampai putih
Tingkat kesuburannya tinggi dengan sifat keindukan yang bagus. Tempramennya baik dan memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat. Sapi shorthorn sanggup beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda-beda.
B. KERBAU
1. kerbau murrah

Kerbau murrah banyak dipelihara di India, khususnya didaerah Delhi, dan kerebau ini tergolong bangsa kerbau - banteng Delhi, dengan cirri-cirinya sebagai berikut :
1) Tubuh padat dan pendek
2) Leher dan kepala relatif kecil
3) Warna kulitnya hitam dengan warna putih pada dahi dan kaki
4) Punggungnya lebar
5) Tanduk melingkar rapat seperti spiral dan sangat kecil
6) Bobot badan betina dewasa 430 kg dan dewasa jantan 570 kg
7) Menghasilka susu 2.050 liter/laktasi

2. Kerbau Nili

Kerbau nili banyak dipelihara di India khususnya di wilayah Punjab di daerah sepanjang sungai Ravi, dengan cirinya sebagai berikut :
1) Memiliki tubuh dalam dengan panjang yang cukup
2) Kepala besar dan kasar
3) Leher panjang dan pipih
4) Tanuk kecil
5) Ekornya panjang
6) Warna kulitnya hitam dan dan ada kalanya coklat serta bulu disekitar mata kepala dan bagian ujung mulut memiliki warna putih
7) Bobot badan betina dewasa 500 kg dan jantan dewasa 600 kg
8) Memproduksi susu 2.500 liter/laktasi
C. DOMBA
1. domba Welsh

Domba Welsh Mountain adalah salah satu jenis domba yang hidup di kepulauan Inggris.
Di Kepulauan Inggris terdapat banyak keturunan domba, beberapa baru-baru ini diperkenalkan dan beberapa memiliki ada selama berabad-abad.
Domba The Welsh Mountain dapat disebut sebagai payung deskripsi untuk menggambarkan banyak keturunan domba pribumi ke Wales. Melalui pemuliaan dan seleksi selama berabad-abad Domba Welsh Mountain telah berkembang menjadi banyak ras yang berbeda, Jenis The Welsh Balwen menjadi salah satu dari mereka.Oleh karena itu, sementara tidak sama dalam tampilannya spekel atau South.

2. domba priyangan
Domba ini secara turun temurun berkembang di Indonesia. Domba ini diduga merupakan persilangan dari domba merino, domba ekor gemuk (kibas) dan domba lokal parahyangan. Domba garut, baik jantan maupun betina merupakan domba tipe penghasil daging. Untuk jenis Domba jantan tertentu juga digunakan sebagai domba aduankarena memiliki leher yang kuat. Selain itu kulit domba garut merupakan salah satu kulit dengan kualitas terbaik di dunia.

Karakteristik:
1. Berat domba jantan dapat mencapai lebih dari 60 Kg dan domba betina dapat mencapai lebih dari 30 Kg.
2. Domba jantan memiliki tanduk besar, kuat dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk.
3. Warna bulu terdiri dari hitam, putih dan coklat. Atau campuran dari ketiganya.
4. telinga domba dapat berupa daun telinga yang tampak berukuran sedang, atau kecil berbentuk tonjolan saja. Terletak di belakang tanduk
5. domba Suffolk

Domba yang berasal dari Inggris, dengan proporsional tubuh yang sangat besar, tahan panas, dan sangat tangguh. Dari segi penghasil susu, bangsa ini tergolong yang baik dalam produksinya. Namun domba bangsa ini memiliki karakteristik yang agresif dan cenderung kasar.

D. KAMBING
1. Kambing jawarandu
Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari.

Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan etawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging dan penghasil susu. Untuk menghemat biasanya peternak susu kambing memilih kambing ini untuk diternakkan guna diambil susu nya
Karakteristik:
1. Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing etawa, dengan bobot kambing jantan dewasa dapat lebih dari 40 Kg, sedangkan betina dapat mencapai bobot 40 Kg.
2. Baik jantan maupun betina bertanduk.
3. Memiliki telinga lebar terbuka, panjang dan terkulai.




2. Kambing angora


Kambing jenis ini berasal dari distrik angora di sekitaran asia kecil, kambing jenis ini sudah dikenal sejak zaman nya nabi musa s yaitu sekitar 1571-1451 Sebelum masehi. Perdagangan bulu kambing inipun sudah dimulai sejak awal abad ke 19 dan menjadi komoditas yg berharga pada saat itu. Rambut/bulu kambing ini dikenal dengan muhair.
Tahun 1765 diimpor oleh Pemerintah Spanyol, dan 20 tahun setelah itu banyak yang mulai membawanya ke Perancis. Namun tak satupun yang berhasil dalam mengembang kan usaha import kambing jenis ini dalam periode tersebut. Yang pertama berhasil dalam mengembangkan usaha import adalah Uni Afrika Selatan pada tahun 1838, dan menjadi pengimport MOHAIR terbesar dibawah Amerika Serikat dan Turki.
Ciri paling berharga dari angora dibanding kambing jenis lain adalah nilai MOHAIR yg dipotong. Di AS rata2 berat MOHAIR yg digunting dari tiap ekor kambing adalah sekitar 5.3 ponds, menghasilakn serat dengan panjang antara 12-15cm.
Ciri Fisik
1. Jantan dan betina bertanduk
2. Tanduk jantan berbentuk spiral yg ujungnya menjauh dari kepala
3. Tanduk betina relative lebih kecil dan cenderung tidak berbentuk spiral, biasanya tdk lebih dr 9-10inch
4. Telinga tebal dan kendur
5. Bentuk tubuh jantan/betina lebih kecil disbanding kambing jenis lain
6. Berat jantan berkisar 180-225 pounds , mencapai berat maksimal sebelum umur 5thn
7. Karakteristik jantan/betina lebih mirip ke domba, walaupun ciri kambing lebih

E. BABI
1. Babi yorkshire

Babi ini terdapat di daerah kanada, inggris, scotlandia, irlandia.
Ciri ciri:
a. Kepala berbentuk mangkuk.
b. Telinga tegak
c. Badan besar, panjang, dalam dan halus.
d. Seluruh tubuh berwarna putih.
e. Bersifat keibuan yang banyak air susunya

2. Babi Nias

Masih erat hubungannya dengan babi liar. Dengan ciri ciri:
a. Badan sedang
b. Kepala lebih pendek bari babi sumba
c. Telinga kecil dan tegak
d. Mulut runcing
e. Bulu tebal terutama pada leher dan bahu.
f. Warna putih atau belang hitam